Karawang — Suara lantang Juhdiana menggema, menembus tembok ketidakjelasan birokrasi dan menggugah nurani publik. Ketua Forum Purna ASN dan Pejuang Dana Korpri Terpending (PDKT) ini menjadi simbol perlawanan baru di tengah gelombang kekecewaan ribuan pensiunan aparatur sipil negara (ASN) Kabupaten Karawang yang haknya tak kunjung dibayar.
“Ini bukan semata soal uang, tapi soal keadilan,” tegas Juhdiana dengan nada bergetar, Jumat (31/10/2025). “Kami sudah memenuhi kewajiban sebagai anggota Korpri. Sekarang saatnya hak kami dipenuhi.”
Selama bertahun-tahun, ribuan purna ASN menunggu dana Korpri yang seharusnya mereka terima, sekitar Rp14 juta per orang hasil iuran semasa aktif. Namun kenyataan pahitnya, banyak di antara mereka belum menerima sepeser pun. Beberapa bahkan meninggal dunia tanpa sempat merasakan haknya sendiri.
“Banyak di antara kami sudah sepuh. Jangan biarkan mereka menunggu dalam ketidakpastian,” ujarnya lirih namun tegas.
Dugaan Cek Kosong & “Warisan Masalah” Pengurus Lama
Sejak Oktober 2024, nama Juhdiana mencuat setelah lantang menyoal dugaan ketidaktransparanan pengelolaan dana Korpri Karawang. Ia menyinggung soal “cek kosong”, keterlambatan pencairan tanpa alasan jelas, hingga dugaan penyimpangan administrasi yang disebutnya sebagai “warisan masalah” dari pengurus lama.
“Ini bukan sekedar urusan administrasi, tapi soal moralitas dan keadilan sosial. Mereka yang sudah puluhan tahun mengabdi pantas mendapatkan haknya tanpa harus menunggu sampai mati,” kata Juhdiana dengan nada tajam.
Dasar Hukum Sudah Kuat: Tak Ada Alasan Lagi untuk Menunda
Menurut Juhdiana, kini tidak ada lagi alasan hukum untuk menahan pencairan dana. Dasar hukum pencairan sudah sah, menjadi payung kuat bagi pengurus baru untuk segera menyalurkan dana secara bertahap, transparan, dan tepat sasaran.
“Dasar hukumnya sudah kuat. Jadi tidak ada alasan lagi menunda. Ini soal hak pensiunan, bukan belas kasihan,” tegasnya.
Ia menyebut pengurus baru Korpri Karawang kini diisi pejabat berkompeten lintas instansi: Asip (Inspektur dan Plt BKPSDM) sebagai Ketua, Ridwan Salam (Bappeda) sebagai Wakil, serta bendahara dari BPKAD.
“Dari kasi sampai kadis, semua masuk. Secara kompetensi mereka mumpuni dan insya Allah amanah,” ucapnya optimistis.
16 Korwil Bermasalah dan Seruan Transparansi
Namun perjuangan belum selesai. Juhdiana mengungkap masih ada 16 koordinator wilayah (korwil) yang belum jelas pertanggungjawabannya. “Kami tidak hanya mengkritik, tapi juga memberi solusi. Data 16 korwil itu harus diserahkan dan dibuka ke publik. Ini tanggung jawab bersama,” katanya.
Ia menegaskan bahwa Musyawarah Cabang (Muscab) akan menjadi momentum penting memperkuat legalitas pengurus baru sekaligus membuka jalan bagi realisasi pencairan dana Korpri yang nilainya mencapai puluhan miliar rupiah.
Prioritas Kemanusiaan: Dahulukan yang Sakit dan Almarhum
Juhdiana menyerukan agar pencairan dilakukan berdasarkan prinsip kemanusiaan. “Setelah Muscab, saya berharap pencairan segera dimulai. Dahulukan keluarga almarhum dan mereka yang sakit berat. Setelah itu baru berdasarkan urutan TMT pensiun,” ujarnya.
Menurutnya, sistem pencairan berdasarkan TMT adalah yang paling adil dan menghindari kecemburuan antar anggota.
Ancaman Gelombang Moral: “Jangan Uji Kesabaran Kami”
Kini, Forum PDKT di bawah komando Juhdiana berubah menjadi gerakan moral besar-besaran yang mendesak Pemkab Karawang dan aparat penegak hukum melakukan audit menyeluruh atas pengelolaan dana Korpri.
“Harapan kami, minggu pertama atau kedua November sudah ada langkah konkret. Karena dasar hukumnya sudah kuat, tinggal kemauan realisasinya,” tegasnya.
Namun ia memberi peringatan keras: jika suara mereka diabaikan, gelombang perlawanan pensiunan bisa berubah menjadi badai moral yang mengguncang kepercayaan publik terhadap lembaga Korpri di Karawang.
“Ini bukan sekadar nominal rupiah,” tandas Juhdiana. “Ini tentang harga diri, keadilan, dan pengabdian yang belum dibayar lunas oleh negara.”
Apakah publik Karawang akan kembali diam, atau ikut menggema bersama suara para pensiunan yang menuntut keadilan? Karena kali ini, Juhdiana dan ribuan purna ASN tidak lagi berbicara untuk diri sendiri, mereka berbicara untuk martabat pengabdian.
Penulis: Alim