Karawang — Pengadaan formulir pelaporan kematian oleh salah satu instansi di Karawang menjadi sorotan tajam masyarakat. Pasalnya, anggaran yang dikucurkan untuk pencetakan formulir ini mencapai Rp100 juta per tahun.
Jika dihitung, dana sebesar itu setara dengan sekitar 618 rim kertas atau 309.000 lembar formulir (dengan asumsi 1 rim = 500 lembar). Artinya, seolah-olah Kabupaten Karawang mencatatkan 309.000 kejadian kematian per tahun — angka yang sangat jomplang bila dibandingkan dengan data kematian riil yang jauh lebih rendah.
“Masyarakat hanya mengisi formulir kalau ada yang meninggal. Jadi pertanyaannya, siapa yang sebenarnya ‘mati’ dalam logika penganggaran ini?” ujar salah satu aktivis pemerhati kebijakan publik.
Dengan perkembangan sistem pelayanan digital, anggaran sebesar itu dinilai tidak lagi relevan. Banyak pihak khawatir, pengadaan seperti ini justru membuka celah pemborosan bahkan penyimpangan anggaran jika tidak diawasi secara ketat oleh aparat pengawas internal maupun penegak hukum.
Klarifikasi Kadis PLT Dukcapil
Menanggapi isu tersebut, Plt. Kepala Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Karawang, Saepuloh, memberikan penjelasan bahwa anggaran tersebut tidak hanya digunakan untuk formulir kematian saja.
“Itu anggaran untuk keseluruhan pengadaan blanko administrasi kependudukan, tidak hanya untuk kematian. Ada juga formulir kelahiran, SPTJM, dan lainnya,” jelas Saepuloh.
Ia menegaskan, pihaknya terbuka terhadap proses audit dan siap memberikan data jika diperlukan. “Kami selalu mengikuti aturan pengadaan dan siap diawasi. Tidak ada niat untuk memboroskan anggaran,” tambahnya.
Penulis:Ferimaulana