Karawang — Ketua Umum Paguyuban Tugu Kebulatan Tekad, H. Darwis, menegaskan bahwa persoalan pupuk bersubsidi beserta dugaan penyimpangan distribusinya menjadi sorotan utama dalam forum diskusi yang digelar di Aula Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan (DPKP) Karawang, Jumat (21/11/2025). Diskusi tersebut melibatkan perwakilan Dinas Pertanian, Disperindag, serta Inspektorat Kabupaten Karawang.
Darwis menekankan bahwa kegiatan tersebut bukan audiensi formal, melainkan forum untuk menyamakan pemahaman dan mencari solusi atas berbagai temuan di lapangan. Ia menyebut persoalan pupuk bersubsidi sudah menjadi masalah tahunan yang tak kunjung terselesaikan.
“Kami ingin membantu memberikan informasi dan temuan di lapangan. Banyak aturan sudah jelas, tetapi praktiknya tidak sesuai. Kenapa ada oknum yang bermain di balik distribusi pupuk bersubsidi? Ini yang harus dijawab,” tegasnya.
Menurutnya, harga pupuk yang kerap melonjak saat sampai ke tangan petani menjadi salah satu indikasi adanya praktik penyimpangan, termasuk dalih biaya distribusi yang dimanfaatkan oknum untuk meraih keuntungan pribadi.
Petani Kecil Dirugikan, Penyimpangan RDKK Mengemuka
Anggota Paguyuban, Dedi MK, mengungkapkan keprihatinan terhadap nasib petani kecil di wilayah Dapil 2 dan 3. Ia menemukan praktik pengalihan jatah pupuk yang seharusnya diterima petani melalui skema RDKK.
Menurutnya, pupuk yang sudah dialokasikan justru dialihkan ke daerah lain dan kembali dijual kepada petani dengan harga lebih tinggi.
"Ada petani yang sudah masuk RDKK, tapi jatahnya dialihkan dan dijual lagi. Alasan klasiknya demi biaya operasional kendaraan, padahal itu jelas tidak diperbolehkan,” ujarnya.
Disperindag Tegaskan Aturan dan Sanksi
Ketua Tim Pengawasan Pupuk Bersubsidi Disperindag Karawang, Endang Sutisna, menjelaskan bahwa peraturan berdasarkan Permentan No. 4/2025 dan Permentan No. 49/2023 telah mengatur secara jelas bahwa pupuk bersubsidi hanya boleh diberikan kepada:
• Petani yang tergabung dalam kelompok tani,
• Terdaftar dalam e-RDKK,
• Memiliki lahan maksimal 2 hektare.
Endang juga menyoroti praktik pemecahan data oleh petani pemilik lahan luas demi mendapatkan jatah subsidi, yang menurutnya merupakan bentuk pelanggaran.
Terkait pengecer yang menjual pupuk di atas Harga Eceran Tertinggi (HET), ia menegaskan adanya sanksi tegas:
• Dua kali teguran tertulis,
• Pencabutan NIB bila tetap melanggar,
• Larangan menjual pupuk bersubsidi.
“Pengecer tidak boleh menaikkan harga pupuk. Jika terbukti, kami tindak sesuai aturan. Bahkan bisa dicabut NIB-nya,” tegas Endang.
Saat ini terdapat 459 pengecer pupuk bersubsidi di Karawang. Endang menekankan pentingnya keterlibatan masyarakat dalam pengawasan.
Dinas Pertanian: Seluruh 101 Ribu Hektare Sawah Sudah Masuk Skema Subsidi
Perwakilan Dinas Pertanian, Resmi, selaku Kasi Sarana dan Prasarana Pertanian, didampingi Kabid Prasarana Pertanian Lilis Suryani, S.P., M.Si., menyampaikan bahwa seluruh lahan sawah produktif di Karawang sekitar 101.000 hektare sudah masuk dalam skema subsidi.
“Jika ada petani yang tidak dapat jatah, itu indikasi ada permainan di bawah,” tegas Resmi.
Paguyuban Siap Mengawal: “Menjaga Kebijakan Tetap di Relnya”
Menutup forum, H. Darwis menegaskan komitmen Paguyuban Tugu Kebulatan Tekad sebagai kontrol sosial dalam memastikan kebijakan pupuk berjalan sesuai aturan. Ia meminta pemerintah daerah memperkuat edukasi kepada PPL, kelompok tani, hingga pengecer.
"Kami bukan ingin memvonis, tetapi ingin kondisi ini benar-benar sesuai aturan. Petani kecil jangan terus jadi korban. Kalau perlu, kami bersama Bupati akan mendorong evaluasi menyeluruh untuk tahun 2026,” tandasnya.
Pertemuan ini diharapkan menjadi langkah konkret dalam memperbaiki tata kelola pupuk bersubsidi di Karawang, sehingga praktik penyimpangan dapat ditekan dan petani kecil tidak lagi dirugikan.
Penulis: Alim